Prajurit Brawijaya - Sejarah Kalurahan Tepus (Bagian 2)

mz 12 Februari 2021 11:02:38 WIB

Balai Posyandu Desa yang sebelumnya merupakan Balai Kalurahan Tepus yang berada di Padukuhan Tepus III

Tepus (SIDA SAMEKTA) - Dalam kisah yang dituturkan para sesepuh ada keterkaitan leluhur warga Tepus dengan keturunan Prabu Brawijaya di Majapahit yang berada di Jawa Timur.

Dari kisah yang diutarakan oleh para sesepuh sebelumnya, bahwa yang memberi nama “Tepus” adalah prajurit pengawal Prabu Brawijaya dari Majapahit yang bernama Sukoroto, Dimanoto dan Sujatmiko.  Tetapi tidak ada kisah lebih lanjut tentang keadaan ketiga orang prajurit tersebut.

“kalau mereka meninggal, dimanakah kuburannya?”

“kalau menetap di Kalurahan Tepus, adakah anak keturunannya?”

“apakah prajurit tersebut hanya singgah saja dan sekedar memberi nama tempat?”

Dari tiga pertanyaan tadi tadi, pendapat yang mengatakan bahwa ketiga prajurit tadi hanya singgah dan memberi nama, adalah pendapat yang lebih logis, sebab sampai saat ini belum ditemukan dimana makamnya ataupun petilasannya. Dari silsilah Lurah yang ada di Kalurahan Tepus juga tidak dapat ditemui alur nasab yang menuju ke Sukoroto, Dimanoto atau pun Sujatmiko.  Namun hal ini tidak sepantasnya mengurangi makna sejarah yang disampaikan oleh para sepuh winasis.

Yang disebut Tepus adalah padukuhan yang terdiri dari tujuh padukuhan yang saat ini disebut Tepus I, Tepus II, Tepus III, Jeruk, Singkil, Ngasem dan Klumpit. Di tujuh padukuhan tersebut ada adat tradisi yang disebut kirim duwo dan rasulan, yang bertujuan memetri para leluhur.  Padukuhan Ngasem, yang menjadi padukuhan tertua menurut asal-usul. Disebut demikian karena di Padukuhan Ngasem inilah konon yang pertama kali dijadikan sebuah pradesan atau pemukiman oleh ketiga prajurit Brawijaya tersebut. Berkaitan dengan pelaksanaan adat kirim duwo dan rasulan, tidak boleh ada padukuhan lain yang mendahului Padukuhan Ngasem dalam hal adat tradisi ini.

 

KOEN, IKU, PRIYE, LEH .. ?

Terdapat satu hal yang menarik di Kalurahan Tepus, di tujuh padukuhan yakni Padukuhan Tepus I, Tepus II, Tepus III, Jeruk, Ngasem, Singkil lan Klumpit dalam kesehariannya berbicara dengan menggunakan logat Jawa Timur-an.  Berada di tujuh padukuhan ini seakan kita berada di lingkungan masyarakat di wilayah Jawa Timur.

 “Lha koen ku rek nong ngendi awan-awan ngene ki?” (lha kamu akan kemana siang-siang begini)

“Aku rek ngalor kono iko maring mbokku mbekne njangan bazem.” (aku akan ke utara sana ke tempat simbok barangkali memasak sayur bayam)

“Ojo akeh-akeh mangan bazem ndak mbezezet ndhasmu” (jangan banyak-banyak makan sayur bayam nanti malah pusing kepalamu).

Apabila dikaitkan dengan kisah terjadinya Tepus bahwa masih ada keturunan dari Prabu Brawijaya Majapahit yang notabene berasal dari Jawa Timur, apakah ada hubungannya dengan logat bahasa sehari hari yang digunakan oleh penduduk Tepus tersebut? Dari 20 (dua puluh) padukuhan yang ada di Kalurahan Tepus, hanya ada tujuh padukuhan inilah yang berbicara dengan logat Jawa Timur-an.

Dari silsilah Lurah Tepus, Rr Suminah dari trah RK Muh Sangidu terdapat alur keturunan dari Prabu Brawijaya Majapahit, memperkuat pendapat tersebut, juga dilihat dari adat budaya tradisional yang masih berjalan.  Sedangan tersebut Ki Bekel Sosetiko yang mempunyai putra Karso Suwito dari Mataram jaman Pangeran Diponegoro, menjadi salah satu sebab ajaran Islam tumbuh lestari di Kalurahan Tepus.

(BERSAMBUNG)

Komentar atas Prajurit Brawijaya - Sejarah Kalurahan Tepus (Bagian 2)

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

Kontak Layanan

WhatsApp : 082 325 378 233