Fenomena Kemarau Basah yang Kini Melanda Sebagian Besar Wilayah Indonesia

mz 27 Juni 2025 13:32:54 WIB

Bp Sigit Wahyudi saat berada di dalam kebun buahnya

TEPUS (desatepus.gunungkidulkab.go.id) - Belakangan ini, cuaca tak menentu membuat istilah kemarau basah sering muncul. Fenomena ini terjadi saat hujan masih turun di musim kemarau. Anomali cuaca seperti ini bisa terjadi akibat pemanasan global. BMKG memprediksi sebagian wilayah Indonesia akan mengalami kemarau basah pada pertengahan 2025. Kondisi ini bukan musim hujan berkepanjangan, melainkan curah hujan yang tetap terjadi saat seharusnya kemarau, dan dipengaruhi oleh faktor global seperti La Nina. Dampaknya pun signifikan, terutama pada sektor pertanian, sumber daya air, dan potensi bencana.

Seorang tokoh praktisi pertanian di Kalurahan Tepus Bp Sigit Wahyudi, SP yang merupakan mantan ASN dari Dinas Pertanian Kabupaten Gunungkidul, ketika dihubungi redaksi memberikan penjelasan umum terkait kemarau basah yang saat ini juga terjadi di wilayah Kalurahan Tepus. 

"Kemarau basah adalah kondisi ketika hujan masih turun secara berkala pada musim kemarau, atau disebut juga sebagai kemarau yang bersifat di atas normal. Biasanya, musim kemarau di Indonesia identik dengan cuaca panas dan minim hujan. Namun, dalam kemarau basah, intensitas hujan masih tergolong tinggi meski frekuensinya menurun. Kemarau basah membawa dampak ganda." ujarnya.

Masih menurut pemilik Tabulampot eksotik AZAHRA di Padukuhan Klumpit Tepus ini, di satu sisi pasokan air meningkat sehingga mendukung sektor perairan. Namun, bagi pertanian, kondisi ini bisa merugikan. Lahan menjadi terlalu lembap, menyebabkan gagal panen pada komoditas seperti jagung, kacang kacangan, dan kedelai. Hama dan penyakit juga lebih mudah berkembang dalam kondisi lembap. Perubahan pola hujan yang tidak sesuai dengan prakiraan membuat petani kesulitan merencanakan aktivitasnya. Hal ini mencerminkan dampak nyata dari perubahan iklim global, yang menantang pola lama dalam mengelola musim. Untuk mengurangi risikonya, diperlukan pemantauan rutin atmosfer dan suhu laut, serta penyampaian informasi iklim yang akurat dan mudah diakses masyarakat.

Ketika ditanyakan bagaimana strategi para petani menyikapi kondisi ini, Pak Sigit menyampaikan beberapa hal, " Para petani agar melakukan percepatan panen ubi kayu syukur dengan diversifikasi pengolahan hasil, pada daerah cekungan bisa tanam sayuran, kacang merah atau kacang hijau. Persiapan pengolahan pupuk organik fermentasi,  mulching *) tanaman buah terutama yang tanaman belum produksi. Untuk tanaman sayuran cabe, bawang merah perlindungan optimalkan terutama penyakit cendawan atau jamur. Khusus sedulur petani yang mempunyai tanaman mangga perlu pemangkasan cabang tidak produktif serta penambahan pupuk kalium agar bunga yang akan muncul tidak rontok." jelasnya.

Sementara itu, BMKG menyebutkan bahwa sebagian wilayah Indonesia saat ini mengalami kemarau basah, yaitu kondisi hujan masih turun meski telah memasuki musim kemarau. Fenomena ini diperkirakan berlangsung hingga Agustus 2025, diikuti masa transisi (pancaroba) pada September–November, dan musim hujan mulai Desember 2025 hingga Februari 2026.

 

*) Mulching merupakan proses yang dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah dan mencegah pertumbuhan rumput liar yang dapat mengganggu tanaman-tanaman lain. Pada proses mulching, permukaan tanah ditutup oleh sisa-sisa tanaman (semisal daun-daun atau batang tanaman) yang juga merupakan kompos organik.

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung