Makna Memayu Hayuning Bawana dalam Kultur Budaya Jawa
maz_yon 23 Oktober 2025 22:54:44 WIB
Tepus (desatepus.gunungkidulkab.go.id) - Kamis Pon, 23 Oktober 2025, memakai pakaian kejawen gagrak Ngayogyakarta. Menyelami makna Memayu Hayuning Bawana.
Memayu hayuning bawana adalah filosofi atau nilai luhur tentang kehidupan dari kebudayaan jawa. Memayu hayuning bawana jika diartikan dalam bahasa Indonesia bisa berarti "mengalir dalam hembusan alam"ataupun "memperindah keindahan dunia". Orang Jawa memandang konsep ini tidak hanya sebagai falsafah hidup namun juga sebagai pekerti yang harus dimiliki setiap orang.Filosofi memayu hayuning bawana juga kental terasa dalam ajaran kejawen
Selain itu, memayu hayuning bawana juga menjadi spiritualitas budaya.Spiritualitas budaya adalah ekspresi budaya yang dilakukan oleh orang Jawa di tengah-tengah jagad rame (space culture). Pada tataran ini, orang Jawa menghayati laku kebatinan yang senantiasa menghiasi kesejahteraan dunia. Realitas hidup di jagad rame perlu mengendapkan nafsu agar lebih terkendali dan dunia semakin terarah. Realitas hidup tentu ada tawar-menawar, bias dan untung rugi. Hanya orang yang luhur budinya yang dapat memetik keuntungan dalam realitas hidup. Dalam proses semacam itu, orang Jawa sering melakukan ngelmu titen dan petung demi tercepainya bawana tentrem atau kedamaian dunia. Keadaan inilah yang dimaksudkan sebagai hayu atau selamat tanpa ada gangguan apapun. Suasana demikian oleh orang Jawa disandikan ke dalam ungkapan memayu hayuning bawana.
Memayu hayuning bawana memang upaya melindungi keselamatan dunia baik lahir maupun batin. Orang Jawa merasa berkewajiban untuk memayu hayuning bawana atau memperindah keindahan dunia, hanya inilah yang memberi arti dari hidup. Di satu fisik secara harafiah, manusia harus memelihara dan memperbaiki lingkungan fisiknya. Sedangkan di pihak lain secara abstrak, manusia juga harus memelihara dan memperbaiki lingkungan spritualnya. Pandangan tersebut memberikan dorongan bahwa hidup manusia tidak mungkin lepas dari lingkungan. Orang Jawa menyebutkan bahwa manusia hendaknya arif lingkungan, tidak merusak dan berbuat semena-mena.
Formulir Penulisan Komentar
Pencarian
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
| Hari ini | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
| Kemarin | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
| Pengunjung | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
- Makna Memayu Hayuning Bawana dalam Kultur Budaya Jawa
- Pertemuan Kader Institusi Masyarakat Pedeaan (IMP)
- Koordinasi Program Permakanan Disabilitas dan Lansia Tahun 2026
- Lurah Tepus Hadiri Penyampaian Hasil Penilaian Harga Tanah oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang
- TP PKK Kabupaten Gunungkidul Laksanakan Pendampingan UP2K – PKK untuk Penguatan Ekonomi Keluarga
- Pendampingan KWT Rejo Mulyo untuk Mendapatkan NIB, PIRT, dan Sertifikasi Halal
- Sosialisasi Pengisian Pamong Kalurahan Tepus Putaran Terakhir di Padukuhan Pakel



















